Students will review symmetry while creating a crayon resist butterfly.
What You Need:
Watercolor or heavy white paper, 12x18.
White drawing paper, 9x12.
Watercolors.
Black crayons.
What You Do:
Start the lesson by discussing the concept of symmetry. I always show the students how the human body is symmetrical. Discuss how butterflies are symmetrical - one side is the same as the other side. Show pictures of butterflies.
Day one:
Fold the white 9x12 paper in half. Folded the sheet of paper should be 6x9. Have the students draw half a butterfly - do examples on the board. (If necessary have a few different templates on hand).
Have the students cut out the half of butterfly. When they are finished cutting they will have a whole butterfly.
Have the students trace the butterfly on the 12x18 paper with a black crayon.
On one side of the butterfly have the students make different sections using the black crayon. Encourage the students to make the sections medium to large.
When completed with the one side have the students fold the butterfly in half and rub the paper so the black lines will appear on the other half.
Have the students go over all the lines one more time with a black crayon. Make sure the students press hard on the crayon so the black is very dark.
Day two:
Discuss watercolors with the students and have them paint the butterfly. Since the black lines created by the crayon will not allow the watercolors to bleed into other sections, this is a form of crayon resist. Remind them that each side needs to be the same, so as they paint one section on the right they will paint the matching section on the left the same color.
Di hutan larangan muncul sesosok Raksasa pemakan hewan dan buah-buhan hutan. Raksasa ini ganas. Selalu lapar. Hingga membuat semua hewan di hutan ketakutan.
Mereka lalu berunding untuk melawan Raksasa, namun ternyata tak satupun diantara mereka berani berhadapan dengan aksasa yang gans itu. Ketika mereka sedang ramai berbicara, si Kancil lewat. Si Kancil heran karena para hewan yang biasanya suka bercanda, hari itu tampak bersedih. Si Kancil mendekati mereka dan mendengarkan apa yang sedang dirundingkan.
Si Kancil berfikir keras. Kemudian katanya, “wahai, teman-temanku, aku tau kalian merasa terancam, karena ku dengar Raksasa itu suka melahap monyet, juga kerbau. Tapi, jika kalian bersatu, keberanian akan tumbuh. Didukung siasat yang jitu, kalian pasti mampu mengalahkan Raksasa itu.”
“ sebenarnya aku tidak khawatir,”kata si beo
“aku kan bisa terbang jadi tak mudah bainya untuk menangkapku. Yang kukhawatirkan seandainya dia menemukan sarangku. Asti telur-telurku dan anak-anakku yang masih kecil-kecil akan dilahapnya.”
Si Kancil yangsejak tadi memutar otak tetap tenang saja. Gajah yang berbadan besar itu tampak paling gelisah. “cil! Tolong bei kami petunjuk untuk melawan Raksasa buas itu!”
Kancil mengutarakan siasatnya,”aku akan menemui Raksasa. Coba kau, beo, liat ari udara. Carilah dimana Raksasa berada. Teman-teman yang berbadan besar, gajah, kerbau, lembu, kalian pergi ke hulu sungai. Bendunglah sungai itu. Pakailah batang-batang pohon pisang untuk merapatkan endungan, juga dedaunannya. Setelah aku berunding dengan Raksasa, aku akan pergi bersamanya kebagia hilir sungai.”
“hei beo, awasi aku terus dari udara.” Kata Kancil.” Aku akan menggarukgaruk kepalaku sebagai isyarat. Nanti kalau aku beri isyarat itu, kau terbang ketempat gajah dan kawan-kawan di hulu. Katakan pada mereka agar bendungan dibuka. Akan ada banjir. Air bah itu akan turun melanda bagian hilir. Aku dan Raksasa pasti akan melihatnya.” Kalian semua jangan menampakkan diri. Menyisihlah ke tempat lain.”
Kancil menemui Raksasa. “wahai tuanku Raksasa yang gagah perkasa.” Raksasa agak terkejut “ hai Kancil!berani benar kau mendekatiku. Untung perutku masih penuh.”
“tenaglah tuanku. Aku datang kemari karena ingin mengangkat tuanku menjadi raja penguasa di hutan ini. Aku akan melayani keperluan tuan sehari-hari!”
“wah! Benarkah kau akan memanjakanku setiap hari?”
“tua tidak cukup hanya memakan daging dan buah-buahan saja. Bahkan air tawar yang banyak terdapat di sungai adalah makanan yang banyak mengandung gizi. Kita bisa memasang jaring atau mengailnya. Kancil lalu mengajak Raksasa berjalan ke tepi sungai. Mereka bertengger di sebatang pohn yang sangat besar dan rimbun daunnya, serta panjang sulur-sulurnya. Sambil mengawasi ikan-ikan di sungai.
Tak lama kemudian Kancil memberi isyarat. Maka banjirlah sungai itu. Setelah air bah reda si Kancil mengecek ke bawah. Si Raksasa mengkutinya. “lihatlah, tuan Raksasa banyak kan besar yang tersangkut di semak-semak. Kita tinggal memungguti mereka.
“ayo, kita pesta ikan bakar,”sahut si Raksasa.
Kancil dan Raksasa memungguti ikan-ikan yang tedampar itu. Raksasa kegirangan karena hari itu dia pesta ikan panggang. Kancil kemudian minta diri. Raksasa merasa senang mendapatkan teman yang menyenangkan.
“silahkan sahabatku. Kapan-kapan datanglah kemari lagi. Aku akan sediakan buah-buahan segar untukmu.setelah meninggalkan Raksasa, si Kancil menjumpai kawan-kawannya di tengah hutan itu.”cil, payah kamu. Kami yang bersusah payah membendung sungai, kamu yang enak-enakkan berpesta pora ikan panggang dengan Raksasa.
Beberapa waktu kemudian Kancil mengumpulkan teman-temannya lagi. Rupanya ia sudah mempersapkan rencana kedua. Kancil memerintahkan hewan-hewan bertubuh besar untuk membendung sungai lagi. Bahkan dimintanya agar bendungan yang mereka bikin itu lebih tingga dan lebih rapat. Si monyet dan teman-temannya dimintanya untuk mempersiapkan tali-tali rotan sebanyak-banyaknya. Burung beo tetap dijadikan mata-mata dan penghubung dari udara.
Si Kancil bersama para monyet lalu menemui si Raksasa. Raksasa senang melihat kehadiran Kancil. Kancil yang sudah dipercaya itu lalu berkata, perlu tuan ketahui, saya mendengar kabar dari langit bahwa manusia di bumi akan dihukum, karena mereka sering melakukan hal-hal yang buruk, berbuat maksiat, suka berbhong, suka menindas sesamanya. Bumi termasuk seisi hutan ini akan dilanda banjir bandang seperti di zaman nabi nuh. Kita harus segera menyelamatkan diri. Kita naik ke pohon saja.”
Si Kancil dan Raksasa memanjat pohon besar yang bersulur-sulur itu.
“ kita akan lebih aman lagi kalau kita ikat tubuh kita dengan sulur-sulur ini. Agar tidak terlempar ke dalam sungai.” Kancil mulai mengikat dirinya sendiri dengan sulur-sulur yang terjulur.Raksasa itu mengikuti tingkah si Kancil. Gerimis mulai jatuh. Para monyet ikut membantu mengikat tubuh Raksasa dengan kuat sekali. Raksasa sangat percaya pada Kancil maka dia menurut sajaapa yang diperintahkan Kancil dan diperbuat oleh para monyet.
Air bah segera datang dengan suara gemuruh. Sementara itu mnyet-monyet itu terus saja melilitkan rotan ke tubuh si Kancil dan Raksasa. Ikatan pada si Kancil tidak begitu kuat. “tidak usah khawatir, tuanku, kata si Kancil. “kita aman di atas pohon ini. Air bah tidak akan mencapai tempat kita ini. Apalagi kawanan monyet ini akan selalu melayani kita, karena kita memperbolehkan kita tinggal di pohon ini sambil membantu kita.”
Air bah ternyata tidak segera reda, karena hujan lebat memang sedang turun di wilayah hulu sungai. Si Raksasa rupanya merasa aman. tubuhnya terayun-ayun di atas pohon besa. Ketika senja tiba si Raksasa tampak tertidur pulas. Sementara Kancil dan kawan-kawannya elepas semua tali rotan di badan mereka masing-masing. Perlahan-lahan mereka turun dari atas pohon besar itu, kemudian menghilang secept kilat ke dalam hutan. Hari telah berganti malam, Raksasa tetap terikat erat diatas pohon. Keesokkan harinya si beo mendapat tugas mengintip keadaan si Raksasa. Dari kejauhan terlihat gergasi itu berusaha melepaskan diri dari lilitan sulur dan rotan yang mengikat tubuhnya. Tapi percuma saja, ikatan itu sangat kuat. Akhirnya si Raksasa mati di atas pohon. Semua binatang merasa senang karena terbebas dari ancaman maut Raksasa. Kancil memang bertubuh kecil tapi akalnya betul-betul hebat luar biasa.
Kera cerdik ini bernama Keo Kera. Tapi sayang, kera ini nakalnya luar biasa. Berulang kali dia berbuat ulah tercela, tak jarang ia mencelakai teman-temannya.
Pagi itu, baru saja dia keluar dari rumahnya, dilihatnya si Cici Kelinci berlari pagi. Cici berlari melewati depan rumahnya. Wah, begitu segar tubuh si Cici Kecil
“Cici, apa kamu berlari pagi setiap hari?” si Keo Kera yang merasa iri bertanya. “Tentu! Bukankankah lari pagi amat berguna?”
Jawab si Cici Kelinci dengan wajah berseri.
Lalu timbullah niat jahat si Keo Kera. Rupanya dia ingin membuat si Cici celaka
Begitulah dia pun berencana menggali lubang. Maka dibawanya cangkul bergagang panjang.
Oleh si Keo Kera, lubang segera digali. Letaknya tapat di bawah pohon kenari. “nah, di atas dahan itu aku besembunyi, “ pikir si Keo Kera didalam hati.
Akhirnya, lubang yang dalam selesai digali.”kerja kerasku ternyata tak sia-sia. Sebentar lagi tontonan segar akan ku nikmati. Oh, malang benar nasibmu Cici Kelinci!”
Pagi hari yang cerah kembali tiba. Si Keo Kera menjalankan niat jahatnya. Bersembunyilah dia di dahan pohon kenari. Di bawahnya menganga lubang galian sendiri.
Dari kejauhan terlihat si Cici Kelinci. Dia berlari pagi dengan rasa gembira. Sungguh, sedikit pun dia tidak menyadari akan dicelakakan oleh si Keo Kera.
Kearah lubang si Cici Kelinci berlari. “hi...hi.. akan ada tontonan lucu sekali, kau akan celaka cici kelinci... hi...hi..., “ si Keo Kera tertawa di dalam hati.
Dan saat si Cici Kelinci mendekati lubang, tiba-tiba terdengar “kraaaak...blung!” ternyata dahan pohon kenari yang tumbang, lalu melayang dan masuk ke dalam lubang.
Seketika si Cici Kelinci menghentikan larinya. “ toloooong!” jerit kesakitan dari lubang itu. Ruanya si Keo Kera ikut terjerumus ke dalamnya, bersama dahan pohon kenari yang patah itu.
Ternyata si Cici Kelinci baik hati. Dengan segera dia mengambil seutas tali. Dia ingin menolong si Keo Kera, sahabatnya, agar bisa keluar dari lubang pembawa celaka.
Keo kera segera meraih seutas tali yang diulurkan oleh si Cici Kelinci. Dan akhirnya, si Cici berhasil membantu si Keo Kera keluar dari lubang itu.
“ Cici, terimakasih atas pertolonganmu,”kata si Keo Kera sambil menunduk tersipu-sipu. “siapa yang menggali lubang itu?” tanya si cici. Si Keo Kera menjawab, “galianku sendiri.”
“Cici kelinci, maafkanlah aku, sebenarnya lubang ini untuk mencelakakanmu,” dengan jujur si Keo Kera mengaku apa adanya. Dia benar-benar telh menyesali perbuatannya.
“sudahlah, Keo Kera!” kata Cici Kelinci. “yag penting, jangan kau ulangi perbuatanini dan tutuplah kembali lubang yang kau gali.” Begitulah, sejak itu Keo Kera tak nakal lagi.
urung pipit adalah burung yang sangat kecil. Ia dikenal oleh kawan-kawannya sebagai burung yang tidak menyenangkan karena selalu menceritakan kelemahan-kelemahan binatang lain.
Banyak binatang dan burung yang mengeluhkan tentang apa yang selalu dilakukannya. Tetapi ia tidak menghiraukan keluhan-keluhan mereka.
Akibat ulah burung pipit itu, banyak diantara sesama penghuni hutan yang berselisih.
D
isuatu pagi, burung pipit duduk diatas sebatang kayu. Ia terus mengamati seekor kelinci di tempat itu.
Kelinci berkata pada diri sendiri, “aku akan melakukan sesuatu untuk membuat sang rubah marah.” Sang kelinci tidak menyadari bahwa suaranya terdengar oleh burung pipit.
Karena burung pipit kebetulan mendengar apa yang baru saja dikatakan sang kelinci maka ia pun berkata, “oh… Tuan Kelinci, kamu tidak akan dapat melakukannya karena aku akan mengatakannya pada Tuan Rubah.”
K
etika kelinci itu mendengar ancaman sang pipit, sang kelinci pun memophon padanya agar sang pipit tidak mengatakannya pada sang rubah. “Tuan Pipit, mohon jangan katakan hal itu pada sang rubah.”
Sang pipit tidak peduli dengan permintaan sang kelinci. Selanjutnya, ia pun terbang untuk menemui sang rubah untuk mengatakan apa yang baru saja didengarnya dari sang kelinci.
Kelinci pun jadi kebingungan. Dia merasa takut dan gelisah karena dia tidak tahu harus berbuat apa. Disa terus berpikir tenrtang apa yang harus dia lakukan. Selanjutnya, ia mendapatkan suatu ide cemerlang.
S
ang rubah sangat marah ketika mengetahui apa yang akan dilakukan kelinci. Dia tidak berp[ikir lama dan segera meninggalkan tempatnya untuk menemui sang kelinci.
Sebelum sang rubah memasuki tempat persembunyian sang kelinci, kelinci pun sudah mengerti apa yang akan terjadi padanya. Sang kelinci pun menyapa sang rubah dengan sangat sopan, “Tuan Rubah! Tuan Rubah! Apa yang bisa aku lakukan untuk anda hari ini?”
“Apa? Jangan berpura-pura sopan!” jawab sang rubah dengan marahnya.
“Janganlah masuk ke dalam rumahku!” kata kelinci.“Mengapa? Aku datang kesini hanya untuk menanyakan ancamanmu. Kamu mau membunuhku, bukan?” kata sang rubah.
“Itu tidak mungkin. Kamu yang datang kesini untuk membunuhku dan membakar rumahku, kan? Kata sang kelinci.
“Siapa yang mengatakan hal itu?” Tanya sang rubah keheranan.
“Burung pipit,” jawab sang kelinci.
“Apa kamu yakin?” Tanya sang rubah.
“Ya, dia yang memperingatkanku akan ancamanmu,” sahut sang kelinci.
S
etelah mendengar jawaban sang kelinci, rubah pun tidak bisa mengatakn apa-apa. Selanjutnya, ia pun meninggalkan tempat persembunyian sang kelinci untuk menemui sang pipit kembali.
Beberapa hari kemudian, burung pipit duduk-duduk dekat lubang rubah. Ia terus menunggu sampai sang rubah ke luar sarangnya.
Ketika sang rubah keluar dari tempat persembunyiannya, ia menegur burung pipit dengan marahnya, “Apa sebetulnya yang kamu inginkan?” katanya.
“Ada sesuatu yang ingin saya ceritakan pada tuan rubah,”jawab burung pipit.
“Oh…silakan mendekat Tuan Pipit, aku akan mendengarkan ceritamu,” kata rubah.
K
emudian burung pipit meloncat ke batu depan sang rubah.
“Berdirilah di atas kepalaku Tuan Pipit. Telinga kiriku tidak bisa mendengar dengan baik. Biarlah aku mendengarkan ceritamu dengan telinga kananku, “pinta sang rubah.
Sang pipit merasa senang ketika mendengar permintaan sang rubah. Setelah sang pipit berada di atas kepala sang rubah, sang rubah pun berkata, “mengapa kamu tidak berada di mulutku saja? Aku yakin aku bisa mendengar ceritamu dengan lebih jelas.”
“Oh…itu ide yang bagus!” kata sang pipit. Karena ia merasa senang mendengar permintaan sang rubah, dia pun melompat ke dalam mulut sang rubah. Rubah pun mengatupkan mulutnya dengan rapat dan memakan sang burung pipit. “Sekarang, silakan teruskan ceritamu tentang diriku,” kata sang rubah. Dengan gigi-giginya yang tajam, sang rubah pun terus mengunyah burung pipit dan memakannya sampai habis.
Bolly adalah seekor anjing yang sangat lucu. Pada suatu hari bolly mencuri sepotong tulang yang besar di warung. Ia berlari kencang sekali sehingga tidak terkejar oleh si tukang daging. Ia berlari ke ladang sambil membawa tulang di moncongnya. Ia ingin makan semua tulang sendirian.
Saat perjalanan ke ladang bolly melewati sebuah sungai kecil, dan ada sebuah jembatan sempit di atasnya. Bolly berjalan di jembatan itu sambil melihat ke air, ia melihat bayangan nya sendiri di dalam air. Bolly berfikir ada anjing lain dengan tulang di mulut nya, dan menyangka tulang yang di mulut anjing itu lebih besar dari pada yang ia bawa. Bolly meloncat ke dalam air untuk merebut tulang yang lebih besar dari anjing yang ia lihat tadi, ia meloncat dengan sangat kuat sehingga tulang di mulutnya terlepas. Bolly mencari di mana-mana tetapi tidak menemukan anjing lain selain dirinya.
Bolly pulang kelaparan dan kedinginan. Ia kehilangan tulang yang ia curi dari tukang daging dan tidak mendapatkan apapun karena ia terlalu rakus.
nak-anak (Fitri, Ai, Siti, Elok, Ira)sedang hobi bersepeda. Hari ini, mereka mau bersepeda berkeliling bukit. Mereka menyiapkan bekal, makanan dan minuman.
Rika juga ikut bersepeda, dia berangkat belakangan,. Tetapi,,,tahu-tahu,,,menyalip anak-anak ditengah jalan. “aku duluan!”. Serunya. Ketika sampai ditikungan, Fitri, Ai, Siti, Elok, Ira melihat Rika duduk disebuah batu besar sambil makan bekal.” Ugh,,,kalian lama sekali!” ledeknya.
Fitri, Ai, Siti, Elok, Ira pun meninggalkan Rika yang masih asyik dengan bekalnya.
Ditanjakkan Rika mengayuh sepedanya sekuat tenaga. Nafasnya tersengal-sengal. Keringatnya bercucuran. Tiba-tiba!!! Terdengar dering sepeda dibelakangnya. Kali ini, gantian Ira dan teman-temannya yang menyalip Rika.”maaf,,,Rika kami duluan!”. Sapa Ira.
Sampai ditempat yang agak lapang, Ira dan teman-teman berhenti untuk beristirahat dan makan bekal mereka. Ketika bekal hampir habis, Rika baru muncul.
Rika pun turun untuk beristirahat. Ketika membuka tas,,, Rika terkejut ternyata bekal Rika sudah habis. Rika kebingungan karena perutnya lapar. Untungnya Ira dan kawan-kawan masih menyisakan bekal mereka. Dan memberikannya kepada Rika.
Hai Nuri,merdu sekali suaramu!”Teriak Domba kepada Burung Nuri.
“Terima kasik banyak Domba,sahabatku.Aku bernyanyi karena hatiku sedang riang gembira, apalagi hari ini cuacanya sangat cerah jadi aku bisa terbang kesana kemari sambil berkicau. Tralalala…Trililili…”
“Wah… Aku juga senang melihat Nuri sahabatku gembira
“Ya sudah… Domba sahabatku,aku akan melanjutkan lagi perjalanan untuk mengunjungi keluargaku. Aku akan terbang mengililingi angkasa.
“Tralalala…Trililili…”
“Baiklah…aku juga akan mencari rumput.
“Sampai jumpa domba”
Sampailah Domba di tepi sungai.
“Hai teman-teman!”.Kata Domba kepada Ibu Kelinci dan Keluarga Kudanil.
“Hai juga, Domba sahabatku.
Ayo kita bermain dan bercanda-ria!”
Ajak Bu Kudanil. Terlihat Ibu Kelinci sibuk mengumpulkan buah-buahan.
Mereka pun asyik bermain.
Ha…ha…ha…”Domba tertawa riang ketika Bu Kudanil bercerita kisah lucu. Sementara itu Pak Kudanil tersenyum sambil berendam di Sungai.
Bu Kelinci tersenyum-senyum, ketika Domba bertingkah lucu
Tiba-tiba terdengar suara Burung Nuri samar-samar.
“Tolong. . . tolong. . . ,tolong anaku”
“Hai coba dengar , minta tolong!”Kata Bu Kelinci sambil mengamgkat telinganya tinggi-tinggi.
“Ayo kita lihat, ada apa gerangan?”
Kata Domba sambil langsung berlari kea rah sumber suara.
Ibu Kelinci dan kudanil pun berlari mengikuti Domba.
Si Kecil Kudanil menunggu di sungai bersama ayahnya, Pak Kudanil.
Akhirnya mereka tiba di bawah pohon besar.
“Ada Apa Nuri?”Tanya Domba dan Bu Kelinci bersamaan.
“Anak bungsuku jatuh dari sarang, ia hanyut di sungai itu, hik . . hik . . .”jawab Nuri sambil menangis.
Domba, Bu Kelinci dan Bu Kudanil melihat ke arah sungai. Langsung mereka berlarian menolong Nuri kecil
Di sungai, Nuri kecil hanyut bersama batang puhon.
Waktu jatuh tadi, ternyata iaq terjatuh tepat di atas batang itu.
Domba berhasil mendahului Nuri kecil. Ia sudah menunggu di bagian hilir sungai untuk menangkapnya. Hap, Nuri kecil hanyut berhasil dihentikan dengan sebatang ranting yang digigit domba. Tetapi tanpa disadari Domba, ada seekor Buaya mendekat Nuri.
Dari kejauhan, terlihat Ibu Nuri terbang menyusul, tetapi sayang ia tidak bisa mengngkat tubuh anaknya.
“Ini ibu sayang, ini ibu”teriaknya sambil terbang menyusul anak bungsunya itu.
Buaya mendekat Nuri kecil dan byuuurrrr air muncrat ketika kepala buaya muncul dari permukaan air. Dengan memberanikan diri, Domba memukul ranting pohon ke kepala Buaya.
Tiba-tiba kepala Buaya disambar dan dipatuk Ibu Nuri. Tak…tuk…tuk…Bu Nuri berkali-kali mematuki kepala Buaya. Tetapi Buaya balik melawan dengan menunjukan gigi-giginya yang runcing dan tajam. Nuri kecil terseret arus air hingga ke tengah sungai.
“Tolong . . . tolooong . . .”Nuri kecil berteriak.
Bu Kudanil yang baru tiba di hilir sungai, langsung melompat menerjang buaya. Byuuur . . . Bu Kudanil melompat dan brak buaya ditabraknya dengan kepalanya yang keras. Buaya ketakutan, ia kabur. Kudanil sangat ditakuti oleh buaya, mulut dan rahang Kudanil mampu mematahkan tulang-tulang buaya.
Hampir saja Nuri kecil dimakan Buaya dan terkena hantaman pertempuran antara Buaya dan Kudanil. Untunglah datang Paman Pelikan. Dengan cepat ia menyambar Nuri dan syiuuuk mulutnya mengambil Nuri kecil dan langsung dibawa terbang kembali ke saranh Nuri.
Akhirnya Nuri kecil dapat kembali berkmpul dengan keluarganya.
“Terima kasih teman-teman”Kata Bu Nuri terharu.
“Sama-sama. Ini semua Kami lakukan untukmu Nuri”Jawab Domba dan teman-temannya.
Pada suatu hari ada seekor kodok dan seekor monyet yang sedang berada di sungai, keduanya bersahabat dekat,,,ketika mereka sedang bermain di dekat sungai, tiba-tiba mereka melihat sebatang pohon pisang yang hanyut di sungai itu, lalu mereka langsung membawanya ke darat,..setelah sampai di darat mereka berencana untuk menanam pohon pisang tersebut bersama-sama.
Lebih baik kita tanam pohon ini bersama-sama,,,kata kodok
Namun sang monyet tidak mau, ia malah ingin menanamnya sendiri,,
Aku ingin menanamnya sendiri, aku kan yang membawanya ke darat,,jawab monyet.
Setelah lama berseteru kemudian mereka bersepakat untuk membagi pohon pisang itu menjadi 2 bagian,,,,dan monyet pun setuju, ia memilih bagian atas pohon pisang sedangkan kodok mendapatkan bagian bawah pohon..
Mereka pun lalu menanamnya masing-masing......
Setelah beberapa minggu,,,mereka datang melihat pohon yang mereka tanam,, sungguh heran sang monyet saat melihat pohon yang ia tanam tidak tumbuh dengan baik dan tidak berbuah,, lain halnya dengan pohon si kodok yang tumbuh subur dan berbuah banyak dan sudah matang....
Melihat sang monyet yang sedang kecewa, sang kodok pun menawarkan pisangnya pada sang monyet.
Tidak apa-apa sahabatku, kamu boleh makan sebagian pisangku.. tapi aku tidak dapat memanjat, kamu saja yang memetik pisang itu.
Lalu monyet pun menjawab : asyik,,aku akan segera memetiknya!!!!
Kemudian monyet pun langsung memanjat pohon, sesampainya di atas pohon sang monyet langsung memakan satu per satu pisang yang ia petik, tanpa memberikannya pada kodok..
Kodok pun berkata: kenapa kamu makan sendiri, berikan juga padaku pisang itu padaku, aku juga ingin menikmatinya.
Enak saja,,aku sudah capek-capek memanjat pohon ini, untuk apa aku berikan padamu pisang ini, salah sendiri kenapa kamu tidak bisa memanjat,,,...jawab sang monyet.
Dengan rasa kesal kodok pun lalu meninggalkan monyet yang sedang memakan pisang sendirian di atas poho..
Tidak lama kemudian terdeng1ar suara jatuh,,,,
“brrrrrruuuuuuukkkk.............!!!!1......”
Ternyata suara tersebut adalah sang monyet yang terjatuh dari pohon, karena merasa kekenyangan,,, ia pun tidak sadarkan diri dan memuntahkan pisang yang sudah ia makan...itulah akibat dari sifatnya yang rakus,,,........
Pada siang hari di akhir musim gugur, satu keluarga semut yang telah bekerja keras sepanjang musim panas untuk mengumpulkan makanan, mengeringkan butiran-butiran gandum yang telah mereka kumpulkan selama musim panas. Saat itu seekor belalang yang kelaparan, dengan sebuah biola di tangannya datang dan memohon dengan sangat agar keluarga semut itu memberikan sedikit makan untuk dirinya.
"Apa!" teriak sang Semut dengan terkejut, "tidakkah kamu telah mengumpulkan dan menyiapkan makanan untuk musim dingin yang akan datang ini? Selama ini apa saja yang kamu lakukan sepanjang musim panas?" "Saya tidak mempunyai waktu untuk mengumpulkan makanan," keluh sang Belalang; "Saya sangat sibuk membuat lagu, dan sebelum saya sadari, musim panas pun telah berlalu."
Semut tersebut kemudian mengangkat bahunya karena merasa gusar.
"Membuat lagu katamu ya?" kata sang Semut, "Baiklah, sekarang setelah lagu tersebut telah kamu selesaikan pada musim panas, sekarang saatnya kamu menari!" Kemudian semut-semut tersebut membalikkan badan dan melanjutkan pekerjaan mereka tanpa memperdulikan sang Belalang lagi. Ada saatnya untuk bekerja dan ada saatnya untuk bermain.