Senin, 10 Oktober 2011

Kelinci dan Burung Pipit



B
urung pipit adalah burung yang sangat kecil. Ia dikenal oleh kawan-kawannya sebagai burung yang tidak menyenangkan karena selalu menceritakan kelemahan-kelemahan binatang lain.
Banyak binatang dan burung yang mengeluhkan tentang apa yang selalu dilakukannya. Tetapi ia tidak menghiraukan keluhan-keluhan mereka.
Akibat ulah burung pipit itu, banyak diantara sesama penghuni hutan yang berselisih.
D
isuatu pagi, burung pipit duduk diatas sebatang kayu. Ia terus mengamati seekor kelinci di tempat itu.
Kelinci berkata pada diri sendiri, “aku akan melakukan sesuatu untuk membuat sang rubah marah.” Sang kelinci tidak menyadari bahwa suaranya terdengar oleh burung pipit.
Karena burung pipit kebetulan mendengar apa yang baru saja dikatakan sang kelinci maka ia pun berkata, “oh… Tuan Kelinci, kamu tidak akan dapat melakukannya karena aku akan mengatakannya pada Tuan Rubah.”

K
etika kelinci itu mendengar ancaman sang pipit, sang kelinci pun memophon padanya agar sang pipit tidak mengatakannya pada sang rubah. “Tuan Pipit, mohon jangan katakan hal itu pada sang rubah.”
Sang pipit tidak peduli dengan permintaan sang kelinci. Selanjutnya, ia pun terbang untuk menemui sang rubah untuk mengatakan apa yang baru saja didengarnya dari sang kelinci.
Kelinci pun jadi kebingungan. Dia merasa takut dan gelisah karena dia tidak tahu harus berbuat apa. Disa terus berpikir tenrtang apa yang harus dia lakukan. Selanjutnya, ia mendapatkan suatu ide cemerlang.

S
ang rubah sangat marah ketika mengetahui apa yang akan dilakukan kelinci. Dia tidak berp[ikir lama dan segera meninggalkan tempatnya untuk menemui sang kelinci.
Sebelum sang rubah memasuki tempat persembunyian sang kelinci, kelinci pun sudah mengerti apa yang akan terjadi padanya. Sang kelinci pun menyapa sang rubah dengan sangat sopan, “Tuan Rubah! Tuan Rubah! Apa yang bisa aku lakukan untuk anda hari ini?”
“Apa? Jangan berpura-pura sopan!” jawab sang rubah dengan marahnya.
“Janganlah masuk ke dalam rumahku!” kata kelinci.“Mengapa? Aku datang kesini hanya untuk menanyakan ancamanmu. Kamu mau membunuhku, bukan?” kata sang rubah.
“Itu tidak mungkin. Kamu yang datang kesini untuk membunuhku dan membakar rumahku, kan? Kata sang kelinci.
“Siapa yang mengatakan hal itu?” Tanya sang rubah keheranan.
“Burung pipit,” jawab sang kelinci.
“Apa kamu yakin?” Tanya sang rubah.
“Ya, dia yang memperingatkanku akan ancamanmu,”  sahut sang kelinci.

S
etelah mendengar jawaban sang kelinci, rubah pun tidak bisa mengatakn apa-apa. Selanjutnya, ia pun meninggalkan tempat persembunyian sang kelinci untuk menemui sang pipit kembali.
Beberapa hari kemudian, burung pipit duduk-duduk dekat lubang rubah. Ia terus menunggu sampai sang rubah ke luar sarangnya.
Ketika sang rubah keluar dari tempat persembunyiannya, ia menegur burung pipit dengan marahnya, “Apa sebetulnya yang kamu inginkan?” katanya.
“Ada sesuatu yang ingin saya ceritakan pada tuan rubah,”jawab burung pipit.
“Oh…silakan mendekat Tuan Pipit, aku akan mendengarkan ceritamu,” kata rubah.
K
emudian burung pipit meloncat ke batu depan sang rubah.
“Berdirilah di atas kepalaku Tuan Pipit. Telinga kiriku tidak bisa mendengar dengan baik. Biarlah aku mendengarkan ceritamu dengan telinga kananku, “pinta sang rubah.
Sang pipit merasa senang ketika mendengar permintaan sang rubah. Setelah sang pipit berada di atas kepala sang rubah, sang rubah pun berkata, “mengapa kamu tidak berada di mulutku saja? Aku yakin aku bisa mendengar ceritamu dengan lebih jelas.”
“Oh…itu ide yang bagus!” kata sang pipit. Karena ia merasa senang mendengar permintaan sang rubah, dia pun melompat ke dalam mulut sang rubah. Rubah pun mengatupkan mulutnya dengan rapat dan memakan sang burung pipit. “Sekarang, silakan teruskan ceritamu tentang diriku,” kata sang rubah. Dengan gigi-giginya yang tajam, sang rubah pun terus mengunyah burung pipit dan memakannya sampai habis.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar